Menurut
Bank Indonesia, pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2012 cenderung terus
menurun dengan mencatat pertumbuhan sebesar 3,2% dibandingkan tahun sebelumnya
3,9%. Perekonomian global pada tahun 2012 tumbuh lebih lambat dibandingkan
dengan tahun sebelumnya. Melambatnya pertumbuhan ekonomi tersebut disebabkan
oleh perekonomian negara – negara maju yang tumbuh rendah, bahkan negara –
negara di kawasan Eropa mengalami kontraksi ekonomi. Sedangkan untuk negara -
negara berkembang masih tumbuh tinggi meskipun mengalami penurunan. Likuiditas
global yang melimpah akibat kebijakan stimulus di negara – negara maju,
mengalir ke pasar keuangan negera – negara berkembang. Dari sisi inflasi,
pelemahan permintaan global mendorong terkendalinya tekanan inflasi dan
turunnya harga komoditas. Oleh karena pentingnya industri perbankan bagi
perekonomian nasional, maka sektor ini perlu dikelola dan dikembangkan secara
efektif dan efisien.
Perbankan
merupakan suatu industri yang paling banyak menghadapi regulasi dibandingkan
dengan industri lainnya, dan aturan tentang modal bank adalah salah satu aspek yang paling sering diregulasi. Regulasi
ini muncul oleh karena terjadinya krisis perbankan pada tahun 1980an dimana
bank mengalami masalah ketidakmampuan untuk membayar seluruh hutang-hutangnya (insolvency).
Dalam perspektif keuangan, solvency ini menggambarkan hubungan antara
ekuitas, hutang, dan tingkat resiko dari aset atau sangat terkait dengan
struktur modal. Struktur modal pada masa krisis ini ditunjukan dengan banyaknya
bank memiliki networth atau ekuitas negatif.
Era globalisasi yang ditandai dengan menyatunya
negara-negara di dunia, mengakibatkan batas-batas negara di bidang ekonomi,
keuangan, sumber daya dan informasi semakin kabur. Perkembangan teknologi
informasi dan terbukanya perdagangan dunia mempengaruh pada pertumbuhan ekonomi
dan perbankan nasional. Keterlibatan Indonesia dalam era globalisasi ekonomi
yang ditandai dengan liberalisasi perdagangan dan investasi tidak dapat
dihindari lagi (Nopirin, 1998). Globalisasi menghadirkan tantangan yang beragam
dan persaingan yang ketat bagi setiap sektor industri, termasuk bagi industri perbankan.
Negara-negara yang tergabung dalam The
Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) beranggotakan 10 negara
seperti Indonesia, Thailand, Philippine, Singapore, Brunai Darussalam, Vietnam,
Laos, Myanmar dan Kamboja yang telah melakukan kerja sama dalam Asean Free Trade Area (AFTA), serta
bersama Negara-negara Asia – Pasifik lainnya menjalin kerja sama di bidang
ekonomi dalam Asia Pasific Economic
Cooperation (APEC) bertujuan menyongsong ASEAN Economic Community (AEC) pada tahun 2020 dan mengarah pada
glabalisasi ekonomi.
Sector yang
berpengaruh dalam menyosong AEC dan era globalisasi adalah industri perbankan,
karena dengan peranan bank sebagai lembaga perantara keuangan makin dibutuhkan.
Sistem Perbankan Indonesia mengalami perbaikan pada struktur permodalannya
maupun pengembangan kualitas sumbur daya manusiannya sehingga perlu
meningkatkan implementasi risk management, penerapan good corporate (GCG) dan
regulasi perbankan Indonesia yang mampu mendorong kearah persaingan
global. (M. Laksono Tri Rochmawan, 2004)
Bank Indonesia (BI) sebagai otorisasi perbankan di Indonesia mengeluarkan cetak
biru (blue print) Arsitektur Perbankan Indonesia (API) dalam rangka perbaikan
struktur perbankan Indonesia. API merupakan suatu kerangka dasar sistem
perbankan Indonesia yang bersifat menyeluruh dan memberikan arah, bentuk, serta
tatanan industri perbankan dalam waktu
lima sampai sepuluh tahun ke depan. Arah kebijakan pengembangan industri
perbankan di masa datang oleh API dilandasi visi mencapai sistem perbankan yang
sehat, kuat, dan efisien dengan tujuan menciptakan kestabilan sistem keuangan
dan membantu mendorong pertumbuhan ekonomi
nasional. API menjadi kebutuhan bagi perbankan Indonesia untuk
memperkuat fundamental industri perbankan nasional.
Dalam mewujudkan visi API, BI
mencanangkan enam pilar ,yaitu :
1. Menciptakan Struktur Perbankan
Domestik yang sehat
2. Menciptakan Sistem Pengaturan dan
Pengawasan bank yang efektif dan mengacu pada standar Internasional
3. Menciptakan industri perbankan yang
kuat dan memiliki daya saing yang tinggi serta memiliki ketahanan dalam
menghadapi risiko
4. Menciptakan tata kelola perusahaan
yang baik ( good corporate govermence)
5. Mewujudkan Infrastuktur yang lengkap
6. Mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan
konsumen jasa perbankan
Struktur
perbankan dalam blue print API juga akan mengelompokkan bank-bank berdasarkan
modalnya, yaitu :
1. Diatas Rp 50 trilyun masuk kelompok
“ bank internasional “
2. Diatas Rp 10 trilyun sampai 50
trilyun masuk kelompok “ bank nasional “
3. Diatas Rp 100 milyar - 10 trilyun
masuk kelompok “ bank dengan kegiatan usaha terfokus atau segmen usaha tertentu
“
4. Dibawah Rp 100 milyar masuk kelompok
“ bank dengan kegiatan usaha terbatas”.
Pengelompokan berlaku mulai tahun 2010 yang mendorong
bank-bank Indonesia mampu berkompetisi secara nasional maupun internasional
dengan meningkatkan kualitas manajemen dan operasional perbankan serta kinerja
keuangannya. Selain itu bank-bank akan berusaha meningkatkan modalnya untuk
dapat menempatkan dirinya sebagai bank dalam kelompok yang menjadi target
pasarnya.
Kondisi perusahaan yang rentan terhadap gejolak ekonomi
makro dapat diketahui dengan mendeteksi kinerja keuangannya. Sebelum masa
krisis moneter 1997, kinerja keuangan perbankan di Indonesia mengalami masalah,
namun hal tersebut tidak teridentifikasi secara empiris. Kenyataannya sejumlah
bank di Indonesia ada yang dilikuidasi, pembentukan operasi bank, diambil alih
(take over) oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dan berberapa bank
lainnya direkapitalisasi, karena kinerjanya tidak memenuhi persyaratan normal
operasi bank. Kondisi yang sama juga dialami oleh negar-negara ASEAN lainnya
dengan tingkat kesulitan yang berbeda–beda. Machfoedz (1999) melakukan
penelitian dari kinerja perusahaan-perusahan manufaktur yang go-public di pasar
modal ASEAN, dan hasilnya membuktikan terdapat perbedaan kinerja keuangan
masing-masing negara yang disebabkan karena adanya dampak krisis moneter dari
indicator ekonomi dan moneter masing-masing negara.
Indikator-indikator ekonomi dan moneter di negara-negara
ASEAN yang berbeda akan memberikan gambaran pada negara-negara tersebut dalam
mengelolah ekonomi dan moneternya dan bagaimana sector perbankan mengantisipasikan
kondisi ekonomi dan moneter negara-negara ASEAN dalam pengolahan perekonomian
dan moneter di negara masing-masing (Lihat Tabel 1.1)
Sektor perbankan sebagai lembaga perantara mempunyai peran
yang dominan dalam menggerakan sektor riil. Jika bank yang mengalami masalah,
maka dapat memberikan dampak yang buruk bagi sector ekonomi untuk
mengantisipasi hal tersebut bank sentral pada masing-masing negara ASEAN
berupaya melakukan pengawasan dan pembaharuan regulasi untuk mendorong industri
perbangkan agar selalu dalam keadaan sehat.
TABEL 1.1,
PERBANDINGAN INDIKATOR EKONOMI DAN
MONETER
NEGARA-NEGARA ASEAN TAHUN 2010
Indikator
Ekonomi dan Moneter
|
Indonesia
|
Malaysia
|
Philippine
|
Thailand
|
Growth
of Broad Money (M2, y-0-y %)
|
15.40229
|
7.15735
|
10.71219
|
10.94290
|
Nonperforming Loan (% of commercial bank Loans)
|
2.56000
|
2.30000
|
2.88000
|
3.57000
|
Rate
of Return on Commersial Bank Assets (% per annum)
|
2.90000
|
1.50000
|
1.65236
|
1.00000
|
Rate
of Return on Commersial Bank Equity (% per annum)
|
26.10000
|
16.30000
|
16.68950
|
10.00000
|
Risk-
Weighted Capital Adequacy Ratios (% of risk-weighted assets)
|
17.18000
|
14.35126
|
17.27000
|
16.08000
|
Bank yang bermasalah secara ekonomi akan mengganggu aliran
kredit kepada kominitas local (Gilbert dan Kochin, 1989), mengganggu kegiatan
sistem pembayaran (Gilbert dan Dwyer, 1989) dan mengurangi jumlah supply uang
(Friedman dan Swartz, 1963 dalam Gilbert dan Mayer, 1999). Indicator-indikator
ekonomi dan moneter dilima Negara ASEAN tersebut akan memacu Negara yang
mempunyai indicator kurang baik untuk kinerjanya. Negara-negara tersebut
diharapkan melakukan suatu kerjasama dalam menanggulangi masalah ekonomi secara
regional. Dalam bidang perbankan, Negara-negara ASEAN telah melakukan kerjasama
antar bank dalam The ASEAN BANKERS
ASSOCIATION (ABA).
Penilaian kinerja keuangan perbankan di Indonesia
diperbandingkan dengan perbankan ASEAN lainnya, akan diketahui tingkat
efesiensi dan posisi keuangannya serta sejauh mana pengelolaan dilakukan dengan
baik. Disamping itu dengan adanya API yang dikeluarkannya BI, akan dapat
mendorong perbankan Indonesai mampu bersaing dengan Negara lain. Penilaian
kinerja keuangan bank disamping dibutuhkan oleh pemegang saham (principal), juga diperlukan oleh stakeholder lainnya,, misalnya oleh
pemerintah, karyawan dan pihak-pihak lain yang mempunyai kepentingan baik
langsung maupun tidak langsung terhadap eksistensi bank. Penilaian kinerja
dalam industry perbankan umumnya digunakan lima aspek bpenilaian, yaitu : Capital, Assets Quality, Management,
Earnings dan Liquidity (CAMEL).
Bank sebagai lembaga kepercayaan merupakan perusahaan yang
lebih ketat pengawasannya dan terikat dengan berbagai ketentuan otoritas
pengawasan masing-masing Negara (regulated).
Secara internasional, Bank for
International Settlement
Pada dasarnya ada tiga pengukuran yang menjadi acuan untuk
seluruh negara dalam melakuakan penilaian kinerja suatu perusahaan yang berasal
dari profitabilitas (profitability), pertumbuhan (growth), dan posisi keuangan
(finance position)
Informasi keuangan berupa rasio keuangan dan variable
keuangan lainnya (size growth)dalam memprediksi kegagalan bank. Teknik yang
digunakan untuk menganalisis laporan keuangan adalah analisis rasio keuangan
yang merupakan suatu proses pertimbangan dengan tujuan utamanya
mengidentifikasi perubahan pokok dalam kecenderungan, jumlah dan hubungan serta
alasan yang mendasari perubahan pokok tersebut. Selain itu, manfaat informasi
keuangan melalui analisis rasio juga untuk memprediksi pertumbuhan laba
(Machfoedz, 1994), kegunaan rasio untuk menyusun rating bank (Whale dan
Thomson, 1988) dan kegunaan rasio untuk memprediksi keadaan keuangan perusahaan
pada masa yang akan datang (Sinkey, 1975).
Sedangkan penelitian perbandingan antar negara mengenai
perbankan antara lain dilakukan oleh Faried (1998) yang meneliti perilaku
tabungan di Negara-negara ASEAN dan Negara industri maju. Hail penelitian
menggambarkan bahwa perilaku tabungan di Negara berkembang berbeda dengan
Negara maju. Nurmadi (2000) meneliti tentang kinerja bank dengan mengevaluasi
perbandingan kinerja perusahaan perbankan di Indonesia dan Thailand. Hasilnya
memberikan gambaran bahwa ada perbedaaan yang signifikan dan secara keseluruhan kinerja perbankan Indonesia lebih
baik dibandingkan kinerja perbankan Thailand.
Bearth et al (1997) melakukan penelitian tentang struktur
bank komersial, regulasi dan kinerjanya dengan studi perbandingan secara internasional.
Hasilnya menggambarkan bahwa setiap Negara memiliki aspek yang berbeda karena
memiliki karakteristik yang berbeda, kecuali pada Negara Amerika dan Jepang.
Mintong dan Qiuyue (2001) melakukan penelitian tentang perbandingan dominasi
perbankan di Hongkong, Singapura, dan China terutama tentang peristiwa marger
dan akuisisi pada kasus industri perbankan Asia. Hasilnya menunjukan adanya
persepsi yang berbeda di setiap Negara dalam melakukan merger dan akuisisi.
Abdul Karim(2001) melakukan perbandingan efesiensi bank-bank
di ASEAN. Hasil penelitian menunjukan bahwaterdapat perbedaan yang signifikan
terhadap tingkat efesiensinya. Hasil lainnya menunjukan bahwa rata-rata bank di
ASEAN mengalami peningkatan keuntungan dan bank-bank besar menunjukan efesiensi
biaya yang lebih tinggi dibandingkan bank-bank kecil.
Perbandingan
Bank dari 4 Negara ASEAN
1.
BANK INDONESIA
Bank Indonesia
mempunyai satu tujuan tunggal yakni mencapai dan menjaga kestabilan nilai
rupiah. Hal ini mengandung dua aspek yakni kestabilan nilai mata uang rupiah
terhadap barang dan jasa yang tercermin pada laju inflasi; serta kestabilan
nilai mata uang rupiah terhadap mata uang negara lain yang tercermin pada
perkembangan nilai tukar. Dari segi pelaksanaan tugas dan wewenang, Bank
Indonesia menerapkan prinsip akuntabilitas dan transparansi melalui penyampaian
informasi kepada masyarakat luas secara terbuka melalui media massa setiap awal
tahun mengenai evaluasi pelaksanaan kebijakan moneter, dan serta rencana
kebijakan moneter dan penetapan sasaran-sasaran moneter pada tahun yang akan
datang. Informasi tersebut juga disampaikan secara tertulis kepada Presiden dan
DPR sesuai dengan amanat Undang-Undang. (www.bi.go.id)
Jumlah bank
komersial yang terdaftar di BI adalah 119 bank yang terdiri 5 Bank Persero
(BUMN), 38 Bank Devisa Lokal, 42 Bank Non Devisa lokal, 24 Bank Campuran dan 10 Bank Asing.
Untuk mengetahui kondisi perkembangan ekonomi dan moneter di Indonesia sebagai
indikator perkembangan ekonomi yang mempengaruhi kondisi sektor perbankan dan
riil dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Indikator Ekonomi dan Moneter
|
2008
|
2009
|
2010
|
Growth of Broad Money (M2, y-o-y, %)
|
14,92288
|
12,95177
|
15,40229
|
Nonperforming Loans (% of commercial
bank loans)
|
3,20000
|
3,31000
|
2,56000
|
Rate of Return on Commercial Bank
Assets (% per annum)
|
2,30000
|
2,60000
|
2,90000
|
Rate of Return on Commercial Bank
Equity (% per annum)
|
23,90000
|
26,30000
|
26,10000
|
Risk-Weighted Capital Adequacy Ratios
(% of risk-weighted assets)
|
16,76000
|
17,42000
|
17,18000
|
Indikator-indikator
ekonomi dan moneter di Indonesia dari tahun 2008 sampai dengan 2010 mengalami
penurunan, diantaranya pertumbuhan uang beredar meningkat hingga 15,4 persen,
yang berarti terjadi inflasi dan kenaikan harga barang dan jasa, sehingga konsumsi
masyarakat yang awalnya meningkat menjadi turun. Namun demikian kredit
bermasalah (macet) sudah mengalami penurunan hingga 2,56 persen, sehingga
tingkat pengembalian aset bank umum meningkat hingga 2,9 persen. Berbalik dari
tingkat pengembalian aset bank umum, tingkat pengembalian modal bank umum
menurun hingga 26,1 persen.
Capital
Adequacy Ratio menurut Lukman
Dendawijaya ( 2000:122 ) adalah Rasio yang memperlihatkan seberapa jauh
seluruh aktiva bank yang mengandung risiko ( kredit, penyertaan , surat
berharga, tagihan pada bank lain ) ikut di biayai dari dana modal sendiri bank
disamping memperoleh dana – dana dari sumber – sumber di luar bank , seperti
dana dari masyarakat , pinjaman , dan lain – lain.
Sehingga dapat
diartikan bahwa kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktivanya
sebagai akibat dari kerugian – kerugian bank yang di sebabkan oleh aktiva yang berisiko menurun hingga 17,18
sebagai akibat dari kerugian – kerugian bank yang di sebabkan oleh aktiva yang berisiko menurun hingga 17,18
2.
BANK NEGARA
MALAYSIA
Didirikan pada
26 Januari 1959 di bawah Bank Sentral Malaysia Act 1958 (CBA 1958). CBA 1958
telah dicabut oleh Bank Sentral Malaysia Act 2009 yang berlaku efektif pada
tanggal 25 November 2009. Ini adalah badan hukum yang seluruh sahamnya dimiliki
oleh Pemerintah Malaysia dengan modal disetor semakin meningkat, saat ini di
RM100 juta. Bank melaporkan kepada Menteri Keuangan, Malaysia dan membuat
Menteri diberitahu tentang hal yang berkaitan dengan kebijakan moneter, dan
sektor keuangan.
Peran dan Fungsi
Di antara peran
utama Bank adalah melakukan bijaksana kebijakan moneter, yang telah melihat
umumnya rendah dan stabil inflasi selama puluhan tahun dan dengan demikian,
menjaga daya beli ringgit. Bank juga bertanggung jawab untuk mewujudkan
stabilitas sistem keuangan dan mendorong sektor keuangan yang sehat dan
progresif. Saat ini sudah ada di tempat sektor keuangan yang terdiversifikasi
dengan baik, komprehensif dan tangguh, yang mampu memenuhi kebutuhan yang
semakin canggih konsumen dan bisnis, dan yang telah menjadi pendorong
pertumbuhan ekonomi.
Bank juga
memainkan peran perkembangan yang signifikan, termasuk pembangunan
infrastruktur sistem keuangan dengan penekanan utama ditempatkan pada membangun
sistem pembayaran yang efisien dan aman bangsa serta institusi yang diperlukan
(termasuk Securities Commission, KLSE, sekarang dikenal sebagai Bursa Malaysia
dan Kredit Penjaminan ) yang penting untuk membangun sistem keuangan yang
komprehensif, kuat dan tangguh.
Bank secara
aktif mempromosikan inklusi keuangan, yang telah menyebabkan peningkatan akses
ke layanan keuangan untuk semua sektor ekonomi dan segmen masyarakat, sehingga
mendukung pertumbuhan ekonomi yang seimbang.
Peran penting
lain dari Bank yang menjadi bankir dan penasihat Pemerintah, memainkan peran
aktif dalam memberi nasihat tentang kebijakan makroekonomi dan mengelola utang
publik. Hal ini juga satu-satunya otoritas dalam mengeluarkan mata uang serta
mengelola cadangan devisa negara.
Peran Bank
didukung oleh 39 departemen / unit di Tepi mencakup tujuh bidang fungsional
sebagai berikut:
Terutama
menyediakan dukungan teknis yang baik dan penelitian tentang isu-isu terkait
dengan pertumbuhan ekonomi untuk meningkatkan perumusan kebijakan moneter dan
kredit dalam mempromosikan stabilitas moneter dan menjamin ketersediaan kredit
yang memadai untuk membiayai pertumbuhan ekonomi. Mengelola likuiditas domestik
dan nilai tukar untuk memastikan bahwa target kebijakan moneter yang dicapai
serta mengelola cadangan eksternal untuk menjaga nilai dan mengoptimalkan
pendapatannya. Ini juga memiliki tanggung jawab memberikan nasihat dan bantuan
kepada Pemerintah di bidang utang dan pengelolaan dana dan memberikan
kontribusi untuk pengembangan pasar keuangan domestik. Mempromosikan stabilitas
sektor keuangan melalui pengembangan progresif berkelanjutan, kuat dan sehat
lembaga keuangan dan infrastruktur keuangan, sehingga memungkinkan industri
keuangan lokal yang kompetitif untuk menjadi tahan terhadap lingkungan masa
depan berubah serta memimpin inisiatif untuk meningkatkan akses terhadap
pembiayaan. Hal ini juga merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan strategi
terhadap bangunan dan posisi Malaysia sebagai perdana menteri terintegrasi
Pusat Keuangan Islam dan meningkatkan kemampuan keuangan konsumen.
Mengembangkan kebijakan dan strategi untuk mempromosikan handal, aman dan
efisien kliring, settlement dan sistem pembayaran di Indonesia. Mengembangkan,
meningkatkan dan menerapkan kerangka kerja pengawasan yang efektif untuk
memastikan keselamatan dan kesehatan lembaga keuangan dan untuk menegakkan
praktik yang sehat di dalamnya. Spearhead manajemen strategis,
organisasi-kinerja manajemen Bank dan fungsi manajemen program untuk mendorong
proses peningkatan kinerja dan penguatan kapasitas Bank. Hal ini juga memimpin
dan mendorong inisiatif sumber daya manusia dan kegiatan strategis lainnya
untuk memastikan bahwa kerangka Human Capital Management secara keseluruhan
diterapkan secara efektif.
Fungsi
komunikasi telah diasumsikan semakin penting dalam menanggapi tuntutan tinggi
dari berbagai pihak, mencari transparansi dan pengungkapan. (www.bnm.gov.my).
Jumlah bank
komersial/umum yang tercatat pada BNM adalah sebanyak 25 bank komersial yang
terdiri dari 10 bank milik local, 13 bank milik asing dan 2 bank umum dengan
sistem syariah milik local. Kondisi ekonomi dan moneter di Malaysia sebagai
indikator-indikator bahwa perkembangan ekonomi juga mempengaruhi kondisi sektor
perbankan dan riil dapat dilihat pada
tabel dibawah ini.
Indikator Ekonomi dan Moneter
|
2008
|
2009
|
2010
|
Growth of Broad Money (M2, y-o-y, %)
|
13,37150
|
9,50967
|
7,15735
|
Nonperforming Loans (% of commercial
bank loans)
|
2,20000
|
1,78837
|
2,30000
|
Rate of Return on Commercial Bank
Assets (% per annum)
|
1,50000
|
1,30000
|
1,50000
|
Rate of Return on Commercial Bank
Equity (% per annum)
|
17,60000
|
13,40000
|
16,30000
|
Risk-Weighted Capital Adequacy Ratios
(% of risk-weighted assets)
|
12,16657
|
14,89589
|
14,35126
|
Indikator-indikator
ekonomi dan moneter di Malaysia dari tahun 2008 sampai dengan 2010 mengalami
penurunan, diantaranya pertumbuhan uang beredar menurun hingga 7,157 persen,
yang berarti terjadi deflasi dan penurunan harga barang dan jasa, sehingga
konsumsi masyarakat yang awalnya menurun menjadi meningkat. Namun demikian
kredit bermasalah (macet) mengalami peningkatan hingga 2,3 persen dan tingkat
pengembalian aset bank umum meningkat hingga 1,5 persen. Sejalan dengan tingkat
pengembalian aset bank umum, tingkat pengembalian modal bank umum meningkat
hingga 16,3 persen. Kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktivanya sebagai
akibat dari kerugian – kerugian bank yang di sebabkan oleh aktiva yang berisiko
menurun hingga 14,35.
3.
Bank Sentral
Pilipinas
The Bangko
Sentral ng Pilipinas (BSP) adalah bank sentral Republik Filipina. Ini didirikan
pada tanggal 3 Juli 1993 sesuai dengan ketentuan dari 1987 Konstitusi Filipina
dan New Central Bank Act of 1993. BSP mengambil alih dari Bank Sentral
Filipina, yang didirikan pada tanggal 3 Januari 1949 sebagai otoritas moneter
sentral negara itu. BSP menikmati otonomi fiskal dan administrasi dari
Pemerintah Nasional dalam mengejar tanggung jawab yang dimandatkan. Logo BSP
baru adalah bentuk bulat sempurna dengan warna biru yang memiliki tiga bintang
emas dan bergaya Filipina elang diberikan pada stroke putih. Unsur-unsur utama
dibingkai di sisi kiri dengan tulisan teks "Bangko Sentral ng
Pilipinas" ditegaskan oleh garis emas ditarik dalam setengah lingkaran. Sisi
kanan tetap terbuka, menandakan kebebasan, keterbukaan, dan kesiapan BSP, yang
diwakili oleh Filipina elang, melambung dan terbang menuju tujuan. Menempatkan
semua elemen bersama-sama adalah latar belakang biru solid untuk menandakan
stabilitas.
Elemen pokok:
1. The Philippine Eagle burung nasional kita, adalah elang terbesar di dunia
dan merupakan simbol kekuatan, visi yang jelas dan kebebasan, kualitas yang
kita bercita-cita untuk sebagai bank sentral. 2. Tiga bintang merupakan tiga
pilar bank sentral: stabilitas harga, sistem perbankan yang stabil, dan sistem
pembayaran yang aman dan handal. Hal ini juga dapat diartikan sebagai
representasi geografis keprihatinan yang sama BSP untuk dampak kebijakan dan
program pada semua orang Filipina, apakah mereka berada di Luzon, Visayas atau
Mindanao.
Warna :1. Latar
belakang biru menandakan stabilitas. 2. Bintang-bintang tersebut diberikan di
emas untuk melambangkan kebijaksanaan, kekayaan, idealisme, dan kualitas
tinggi. 3. Warna putih dari elang dan teks untuk BSP mewakili kemurnian,
netralitas, dan kejernihan mental. Font atau Tipe Wajah: Non-serif, berani
untuk "Bangko Sentral Pilipinas NG" untuk menyarankan soliditas,
kekuatan, dan stabilitas. Penggunaan font non-serif ditandai dengan garis
bersih menggambarkan secara profesional tanpa basa-basi melakukan bisnis di
BSP.
Bentuk: Bentuk bulat untuk melambangkan pencarian berkelanjutan dan tak berujung untuk menjadi otoritas moneter baik berkomitmen untuk meningkatkan kualitas hidup warga Filipina. Bentuk ini bulat juga menggugah koin kami, unit dasar mata uang kita. (www.bsp.gov.ph).
Bentuk: Bentuk bulat untuk melambangkan pencarian berkelanjutan dan tak berujung untuk menjadi otoritas moneter baik berkomitmen untuk meningkatkan kualitas hidup warga Filipina. Bentuk ini bulat juga menggugah koin kami, unit dasar mata uang kita. (www.bsp.gov.ph).
Jumlah bank
umum yang disupervisi oleh BSP per akhir Desember 2002 adalah 42 bank terdiri dari 18 Universal Banks dan 24 Regular
Commercial Banks (terdiri 8 bank milik local, 5 bank cabang pembantu milik
asing dan 11 bank cabang penuh milik asing) dengan total kantor sebanyak 4.326
bank diseluruh wilayah Philippina. Sedagkan untuk mengetahui kondisi ekonomi
dan moneter di Philippina sebagai indicator-indikator bahwa perkembangan
ekonomi mempengaruhi kondisi sektor perbankan dan sektor riil dapat dilihat
pada dibawah ini.
Indikator Ekonomi dan Moneter
|
2008
|
2009
|
2010
|
Growth of Broad Money (M2, y-o-y, %)
|
15,43177
|
7,68729
|
10,71219
|
Nonperforming Loans (% of commercial
bank loans)
|
3,52000
|
2,97000
|
2,88000
|
Rate of Return on Commercial Bank
Assets (% per annum)
|
0,80000
|
1,20000
|
1,65236
|
Rate of Return on Commercial Bank
Equity (% per annum)
|
6,90000
|
10,80000
|
16,68950
|
Risk-Weighted Capital Adequacy Ratios
(% of risk-weighted assets)
|
15,69000
|
16,01000
|
17,27000
|
Indikator-indikator
ekonomi dan moneter di Philiphina dari tahun 2008 sampai dengan 2010 mengalami
penurunan, diantaranya pertumbuhan uang beredar meningkat hingga 10,71 persen,
yang berarti terjadi inflasi dan kenaikan harga barang dan jasa, sehingga konsumsi
masyarakat yang awalnya meningkat menjadi turun. Namun demikian kredit
bermasalah (macet) sudah mengalami penurunan hingga 2,88 persen, tetapi tingkat
pengembalian aset bank umum mengalami peningkatan hingga 1,65 persen. Sejalan
dengan tingkat pengembalian aset bank umum, tingkat pengembalian modal bank
umum meningkat hingga 16,68 persen. Kemampuan bank untuk menutupi penurunan
aktivanya sebagai akibat dari kerugian – kerugian bank yang di sebabkan oleh
aktiva yang berisiko meningkat hingga 17,27.
4.
Bank of Thailand
Bank of Thailand (BOT) pertama kali ditetapkan sebagai Biro Perbankan
Nasional Thailand. Bank of Thailand Act diundangkan pada tanggal 28 April 1942
vesting pada Bank of Thailand tanggung jawab untuk semua fungsi bank sentral.
Bank of Thailand mulai beroperasi pada tanggal 10 Desember 1942.
Bank of Thailand Act, BE2485 kemudian diubah dalam rangka untuk
menempatkan penekanan pada tanggung jawab sosial BOT, untuk menciptakan
mekanisme untuk mencegah krisis ekonomi, serta untuk mengatur keputusan BOT
proses pengambilan untuk memastikan pemerintahan yang baik dan transparansi
dalam organisasi . Selain itu, anggota masyarakat akan dapat mengaudit dan
meningkatkan pemahaman operasi BOT itu. Bank of Thailand Act, BE2551 mulai
berlaku terhitung mulai tanggal 4 Maret 2008. Saat ini bank umum yang tercatat
pada Bank Of Thailand sebanyak 44 bank yang terdiri 13 (tiga belas) bank lokal
dan 31 (tiga puluh satu) bank milik asing (www.bot.or.th)
Untuk mengetahui kondisi ekonomi dan moneter di Thailand sebagai
indikator-indikator bahwa perkembangan ekonomi juga mempengaruhi kondisi sektor
perbankan dan sektor riil dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Indikator Ekonomi dan Moneter
|
2008
|
2009
|
2010
|
Growth of Broad Money (M2, y-o-y, %)
|
9,16478
|
6,76448
|
10,94290
|
Nonperforming Loans (% of commercial
bank loans)
|
5,26000
|
4,82000
|
3,57000
|
Rate of Return on Commercial Bank
Assets (% per annum)
|
1,00000
|
1,00000
|
1,00000
|
Rate of Return on Commercial Bank
Equity (% per annum)
|
9,70000
|
8,50000
|
10,00000
|
Risk-Weighted Capital Adequacy Ratios
(% of risk-weighted assets)
|
13,96000
|
15,76000
|
16,08000
|
Indikator-indikator
ekonomi dan moneter di Thailand dari tahun 2008 sampai dengan 2010 mengalami
penurunan, diantaranya pertumbuhan uang beredar meningkat hingga 10,94 persen,
yang berarti terjadi inflasi dan kenaikan harga barang dan jasa, sehingga
konsumsi masyarakat yang awalnya meningkat menjadi turun. Namun demikian kredit
bermasalah (macet) sudah mengalami penurunan hingga 3,57 persen, tetapi tingkat
pengembalian aset bank umum tetap stabil di angka 1 persen. Berbeda dengan
tingkat pengembalian aset bank umum, tingkat pengembalian modal bank umum
meningkat hingga 10 persen. Kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktivanya
sebagai akibat dari kerugian – kerugian bank yang di sebabkan oleh aktiva yang
berisiko meningkat hingga 16,08.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar